Usulan untuk redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang Rupiah kembali mencuat dan menjadi perbincangan publik, terutama dikalangan pakar ekonomi. Sebagai sebuah langkah ekonomi yang memiliki dampak luas, gagasan ini mendapat perhatian karena potensi risiko serta manfaat yang menyertainya. Guru besar bidang ekonomi moneter dan perbankan Universitas Airlangga, Prof. Wasiaturrahma, turut menyampaikan pandangannya terkait urgensi dan implikasi dari kebijakan ini.
Redenominasi dan Tujuan Ekonomi
Redenominasi, pada dasarnya, bertujuan untuk menyederhanakan nilai mata uang tanpa mengurangi daya beli. Hal ini dilakukan dengan mengurangi jumlah nol pada nominal uang. Tujuan utama dari upaya ini adalah mengembangkan persepsi positif terhadap nilai mata uang, menyederhanakan proses transaksi, serta menambah efisiensi pencatatan keuangan. Meski begitu, meski tujuan ini tampak menjanjikan, prosesnya tidak sederhana dan dibutuhkan perencanaan matang serta waktu yang cukup panjang agar dapat diimplementasikan dengan baik.
Analisis Risiko Inflasi
Prof. Wasiaturrahma menegaskan bahwa redenominasi bisa memicu inflasi jika tidak dilakukan pada waktu dan kondisi ekonomi yang tepat. Kebijakan ini berpotensi menumbuhkan persepsi kenaikan harga di kalangan masyarakat, terutama jika tidak disertai pemahaman yang baik. Hal ini dapat memicu peningkatan inflasi karena ekspektasi inflasi dapat menular dan mempengaruhi perilaku konsumsi dan harga di pasar. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi efektif agar masyarakat memahami bahwa nilai riil dari barang tidak berubah.
Pandangan Pihak Pendukung dan Pertimbangan Kebijakan
Bagi pendukung redenominasi, perubahan ini dianggap krusial untuk meningkatkan efisiensi dan mempermudah transaksi keuangan sehari-hari. Mereka juga berpendapat bahwa langkah ini dapat mengurangi kesalahan penulisan atau pembacaan angka dalam laporan dan sistem keuangan. Namun demikian, tantangan utama adalah memastikan transisi ini tidak menimbulkan kekacauan atau kebingungan di tengah masyarakat dan pelaku usaha. Persiapan yang matang dan penetapan kebijakan yang bijak menjadi kunci penting suksesnya program ini.
Stabilitas Ekonomi Dalam Negeri
Untuk mempertimbangkan redenominasi, pemerintah juga harus menilai stabilitas ekonomi dalam negeri. Kondisi ekonomi yang stabil dan daya beli masyarakat yang relatif terjaga bisa menjadi indikator kesiapan untuk mengimplementasikan kebijakan ini. Sebaliknya, jika ekonomi masih bergejolak, kebijakan redenominasi bisa menambah ketidakpastian. Dalam hal ini, diskusi antara pemangku kebijakan, ekonom, dan pelaku industri menjadi sangat relevan.
Komunikasi Efektif Sebagai Kunci
Kemampuan pemerintah untuk mengkomunikasikan tujuan dan proses redenominasi secara transparan dan efektif kepada masyarakat adalah kunci untuk meminimalisir kesalahpahaman. Edukasi yang kontinu dan jelas mengenai efek dari redenominasi terhadap perekonomian dan kehidupan sehari-hari harus menjadi prioritas. Lemahnya komunikasi dapat berdampak buruk dengan meningkatnya kebingungan masyarakat sehingga memicu ekspektasi inflasi yang dapat menambah permasalahan ekonomi.
Kesimpulan dan Langkah Kehati-hatian
Mempertimbangkan seluruh faktor dan potensi risiko yang ada, redenominasi bukanlah kebijakan yang urgen saat ini apabila tidak dibarengi dengan stabilitas yang memadai. Persiapan mendetail, komunikasi menyeluruh, serta dukungan dari berbagai pihak mutlak dibutuhkan. Meskipun redenominasi dapat menawarkan berbagai keuntungan dalam meningkatkan efisiensi ekonomi, kegagalan dalam pelaksanaannya dapat membawa dampak buruk yang berkepanjangan. Sebagai langkah awal, kajian empiris dan dialog berkelanjutan diantara pemerintah, akademisi, dan masyarakat harus diperkuat untuk mencapai konsensus yang jelas dan berimbang.
